Pemahaman Islam

Pohon dalam Diri

Tahun adalah sebuah pohon, bulan-bulan adalah dahan-dahannya, hari-hari adalah cabang-cabangnya, bilangan jam adalah dedaunannya, setiap tarikan nafas adalah buah-buahnya. Barangsiapa yang nafasnya berada dalam ketaatan kepada Allah, maka buah dari pohon tersebut akan baik pula. Dan barangsiapa yang nafasnya berada dalam kemaksiatan kepadaNya, niscaya buahnya adalah handhal (buah pahit dan tidak berbau harum), yang bisa dipanen pada hari Kiamat. Pada saat itulah bisa dibedakan rasa manis dan pahit buah-buahan itu.

Keikhlasan dan tauhid bagaikan sebuah pohon di dalam hati, dahannya adalah amal, buahnya adalah kehidupan yang baik di dunia dan kenikmatan yang abadi di akhirat. Sebagaimana buah kenikmatan dalam surga tidak akan pernah berakhir, demikian pula buah tauhid dan ikhlas di dunia.

Syirik, dusta, dan riya’ juga seperti pohon dalam hati. Buahnya di dunia berupa kedudukan, kesedihan, hati yang tertekan dan kegelapan hati. Buahnya di akhirat berupa siksa yang tak henti-henti.

Diantara buah keikhlasan yang sempurna karena Allah semata adalah meninggalkan nafsu syahwat karena Allah, selamat dari adzabNya, kepastian untuk mendapatkan kemenangan dengan rahmatnya.

Kenikmatan jiwa dan kebahagiaan tidak akan didapat oleh orang yang di hatinya ada selainNya, meski orang tersebut melakukan ibadah, zuhud dan ilmu. Karena Allah tidak akan memberikan simpananNya pada hati yang di dalamnya ada selainNya dan kehendakNya masih tergantung kepada selainNya. Akan tetapi Allah hanya akan memberikan simpananNya kepada hati yang melihat kefakiran sebagai suatu kekayaan bila bersamaNya, dan kekayaan sebagai kefakiran apabila meninggalkannya.

Juga melihat kemuliaan sebagai kehinaan apabila meninggalkan Allah dan melihat kehinaan sebagai kemuliaan bila menyertakanNya.Kenikmatan dirasakannya sebagai siksaan bila tidak menyertakan Allah dan adzab terasa sebagai kenikmatan bila bersamaNya.

Artinya, ia tidak melihat kehidupan ini kecuali hanya dengan Allah bersamaNya. Kematian, rasa sakit, kesedihan, dan kedudukan akan terasa apabila meninggalkanNya. Orang semisal ini akan merasakan dua surga, surga di dunia yang ia rasakan terlebih dahulu dan surga pada hari Kiamat.

Dalam kitab Al-Musnad dan Shahih Abi Hatim diriwayatkan hadist dari Abdullah bin Mas’ud radiallah ‘anhu, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila seorang hamba tertimpa kedudukan dan kesedihan kemudian ia mengucapkan: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku adalah hambamu, anak hambamu, ajalku di tanganMu, berlaku pada diriku hukumMu, telah adil pula takdirMu bagiku, saya mohon kepadaMu dengan setiap namaMu yang Engkau namakan diriMu dengannya, atau Engkau turunkan dalam kitabMu, atau Engkau ajarkan kepada salah seorang dari ciptaanMu atau Engkau simpan di dalam ilmu gaib di sisiMu, jadikanlah Al-Qur’an sebagai pengisi hatiku, cahaya hatiku dan penyejuk kegundahanku serta penghilang kedukaanku dan kepedihanku’, melainkan Allah akan menghilangkan kedukaannya dan kesedihannya serta menggantikannya dengan kegembiraan. “Para sahabat bertanya,’Akankah kita mempelajarinya? “Beliau menjawab, “Tentu. Tidak akan selayaknya orang yang mendengarnya kemudian tidak mempelajarinya.

Memahami bahaya Ghazul Fikr (Perang Pemikiran)

Sejarah telah mencatat bahwa kaum kafirin telah mengalami kekalahan yang beruntun dari kaum muslimin selama perang Salib (crusade).

Mereka mencari alternatif untuk menghancurkan umat Islam. Mereka tidak pernah rela dan tidak pernah berhenti menyerang hingga Umat Islam mengikuti pemikiran dan keinginan mereka . Strategi yang dipilih untuk menghancurkan Islam adalah dengan “Perang Pemikiran” . Perang Pemikiran adalah serangan pemikiran, budaya, mental dan konsep yang dilakukan secara terus menerus dengan sistematik, teratur, tertata, terancang dan terkonsep dengan baik.( Dalam buku Al-Ghazw Al- Fikri , Dr. Irawan Prayitno ). Hal itu dilakukan sehingga muncul perubahan kepribadian, gaya hidup dan tingkah laku pada umat islam.

Dalam Al-Quran surat Al-Baqarah :120 yang artinya kurang lebihnya adalah sebagai berikut “Dan orang-orang Yahudi dan nasrani tidak akan senang kepadamu, kecuali apabila kamu turut agama mereka. Katakanlah: Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang sejati. Dan kalau kamu mengikuti hawa nafsu (kemauan ) mereka, setelah datang pengetahuan kepadamu , tentulah Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagi mu.” Tidak sebatas orang Nasrani dan Yahudi saja Pelaku perang pemikiran secara umum namun terdiri dari orang – orang Majusyi, Musrikin, Munafiqin, Atheis dan orang Kafir.

Mereka yang sering disebut dengan orang Mustakbiruun ( Orang – orang yang sombong dan melampaui batas ).

Bentuk Ghazwul Fikr

Cara yang di gunakan mereka untuk menyerang umat Islam sehingga membuat umat Islam lupa akan identitas aslinya dan keoriginalannya adalah melalui propaganda, pendidikan, pengajaran, buku, media cetak, media elektronik, klub – klub, olah raga, lembaga – lembaga hiburan, film, dan musik.

Musuh – musuh Islam tadi di atas selalu bergerak untuk menghancurkan Islam dan memadamkan cahaya Islam dengan berbagai cara. Perang Pemikiran (Ghazw – Fikr) sebagai satu cara untuk memadamkan cahaya Islam nampaknya mulai menunjukkan hasilnya pada diri umat Islam yang semakin hari semakin mengamalkan gaya hidup seperti orang – orang kafir. Diantaranya upaya musuh Islam untuk memadamkan cahaya Islam adalah merusak akhlaq, menghancurkan fitrah umat, melarutkan kepribadian dan menumbangkan aqidah.

Di dalam peran merusak aqidah dewasa ini telah nampak dengan jelas terbukti banyak dari umat Islam yang meninggalkan kewajiban yang sangat urgen sekali yaitu perintah sholat lima waktu, hal yang sangat fundamental ini hari demi hari kian luntur dan tergantikan dengan aqidah jahiliyah yaitu seperti klub-klub malam yang makin merebak dan menjamur di mana – mana, musik – musik yang tidak mendidik serta film yang merusak aqidah para muda mudi harapan Agama. Merusak akhlaq merupakan stategi efektif yang mereka lakukan kepada remaja dengan menghadirkan berbagai hiburan dan kehingar - bingaran atau kebebasasan yang cenderung diminati oleh sebagian remaja.

Batapa banyak kita saksikan saat ini, hati yang telah dikalahkan oleh karat dosa dan maksiat hingga kilatan kebaikan dan gemerlapan cahaya iman dalam hati menjadi tertutupi.

Manusia seperti kata Mutahhari adalah makhluk Paradoksal artinya bahwa di dalam diri manusia terdapat sifat – sifat baik dan sekaligus jahat, tetapi hal ini merupakan sifat yang potensial yaitu bahwa manusia di tuntut mampu mengendalikan dirinya, sekaligus mengarahkannya agar menjadi manusia yang Muttaqin karena derajat itu merupakan derajat paling tinggi di hadapan Allah SWT.

Namun demikian, dengan sifat kesombongan dan ketakaburannya, banyak manusia cenderung lupa diri untuk selalu mawas diri , introspeksi, bermuhasabah atas apa-apa yang telah dikerjakannya, sehingga tak mengherankan bila banyak manusia yang terkadang derajatnya lebih rendah di banding dengan binatang.

Kondisi semacam ini banyak terjadi di kalangan masyarakat Indonesia yang notabene beragama Islam dan tercatat sebagai negara muslim terbesar di dunia. Umat Islam secara umum dan muslim Indonesia pada khususnya tidak menyadari tentang bahaya perang pemikiran yang sedang melanda umat muslim saat ini.

Fenomena ini di buktikan dengan banyaknya muslim yang secara sadar atau pun tidak mengikuti pemikiran, tingkah laku, dan gaya hidup orang kafir (Kebarat-baratan), Ketidak sadaran muslim terhadap bahaya ini menjadikannya kehilangan identitas dan kepercayaan diri sebagai Muslim.

Bahkan kebanggaan dengan tingkah laku Jahiliyah atau kebarat-baratan ini telah dijadikan sebagai budaya dan sudah mendarah daging dalam kehidupan kesehariannya.

Yang pada titik kulminasi tertentu akan dapat membuat umat Islam tertipu, cenderung menjadi kafir, mencintainya, mentaatinya, mengikuti cara hidupnya, menyerupai prilakunya, sampai memberikan loyalitas orang kafir tersebut.

Apabila bahaya ini sudah datang pada umat Islam, maka ia akan menjadi hina dan cenderung mengikuti tingkah laku orang kafir, bahkan pada Klimaksnya seorang muslim dapat murtad dan tidak lagi mengakui ketauhidan Allah SWT. Ia akan mendapat laknat dan azab yang sangat pedih dari Allah SWT sehingga Allah berlepas dari dirinya. Kehidupan orang muslim yang masuk perangkap dalam perang pemikiran tadi akan berubah menjadi kehidupan yang jahiliyah. Na`udzubillahimindzalik.

Kehidupan jahiliyah merupakan kehidupan yang jatuh dan terjerembab dalam dosa dan maksiat, mereka dijauhi oleh berkah dan rahmat Allah, kehidupan yang dalam keadaan gelap gulita tanpa ada cahaya sebagai penerang dalam hatinya yang ada hanya dorongan jahat dari hawa nafsu yang dikuasai oleh setan yang akan menjerumuskan dalam kenistaan dan kehinaan dunia maupun akhirat.

Kejahiliyahan di sebabkan karena prasangka buruk kepada Allah, merasa diri cukup dan tidak butuh hidayah dan pertolongan dari Allah, seta bersifat congkak, sombang dan angkuh.

Antisipasi Bahaya Ghazwul Fikr

Kehidupan Jahiliyah ini dapat terlihat pada konsep kehidupan suatu umat dimana mereka menentang kekuasaan Allah SWT. Kehidupan jahiliyah semasa Rosullulah telah hancur pada zaman tersebut karena datangnya Islam yang di bawa Beliau sebagai cahaya dan penerang dari kegelapan, Namun demikian, kejahiliyahan yang telah terkubur oleh nabi Muhammad SAW saat ini telah bangkit, merebak dan bermunculan di berbagai tempat untuk menghancurkan dan mengajak manusia untuk mengikuti gaya hidup dan pola pikir mereka.

Sehingga tak heran kalau kondisi mental spiritual bangsa Indonesia kini di hadapkan pada sebuah kubangan lumpur hitam dan diambang kehancuran. Kekerasaan, kriminalisme, anarkhisme acapkali terjadi dan sudah merebak dan sudah menjamur dikalangan masyarakat Indonesia. Ironisnya hampir mayoritas tindak kejahatan tadi dilakukan oleh pelaku yang notabene adalah seorang muslim.

Hal ini sangat memilukan sekaligus sangat memalukan secara tidak langsung mencoreng kekhasanahan Islam sebagai agama Rahmatal Lil’alamin dan ini merupakan salah satu tujuan utama dari perang pemikiran yang di lontarkan oleh orang kafir tadi.

Langkah jitu dan tepat untuk menangkal perang pemikiran yang di lancarkan dikalangan muslim adalah dengan mempergunakan Iman dan ilmu pengetahuan sebagai alat filter untuk menyaring dan menangkal berbagai tingkah laku yang tidak sesuai dengan agama kita, Tunjukkan bahwa kita mampu dan produk islam adalah produk terbaik, menanamkan dan menghunjamkan dalam hati untuk selalu berprasangka baik kepada Allah SWT atas takdir baik maupun buruk, selalu meminta petunjuk dan Hidayah kepada-Nya agar diberikan-Nya jalan yang haq dan menurut syariat Islam, Rendah hati atau tidak sombong karena sifat itu hanya kepunyaan Allah semata, dan mengendalikan Hawa nafsunya, tidak lupa untuk selalu beramar ma`ruf Nahi munkar . Wallahu a`lam Bishawab.


SYARAT DITERIMANYA IBADAH

Agar dapat diterima, ibadah di isyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak benar kecuali dengan syarat :

1. Ikhlas karena Allah SWT semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
2. Sesuai dengan tuntutan Rasul Saw.

Syarat pertama adalah konsekuensi dari syahadat li ilaha illallah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Allah SWT dan jauh dari syirik kepada-Nya.

Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya taat kepada Rasul Saw, mengikuti syariatnya dan meninggalkan bid’ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Allah SWT Berfirman :

“(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati”. (Al-Baqarah : 112)

Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah SWT. Wahuwa muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti Rasul-Nya.

Syaikhul Islam mengatakan, “Inti agama ada dua pokok yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah SWT, dan kita tidak menyembah kecuali dengan apa yang Dia syariatkan, tidak dengan bid’ah”. Sebagaimana Allah SWT Berfirman,

“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadah kepada Tuhan-Nya.” (Al-Kahfi : 110)

Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat La ilaha illallah dan Muhammad Rasulullah.

Pada yang pertama, kita tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad SAW adalah utusan-Nya dan yang menyampakan ajaran-Nya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta menaati perintahnya. Beliau telah menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah SWT dan beliau melarang kita dari hal-hal baru atau bid’ah. Beliau mengatakan bahwa bid’ah itu SESAT.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kata -kata bijaksana

BOLEHKAH KOPI LUWAK DI KONSUMSI???